A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu
kebutuhan dalam kehidupan, dimana pendidikan dapat menjadi tombak masa depan
seseorang. Pendidikan dapat dimulai dari sejak dini hingga tak terbatas usia.
Pendidikan yang kita dapat dari kecil hingga sekarang pasti mengalami suatu
perubahan. Perubahan suatu pendidikan merupakan hal
yang lumrah terjadi. Tampaknya perubahan ini merupakan sesuatu yang harus
terjadi dan tidak mungkin dihindari oleh manusia. Demikian juga halnya dalam dunia pendidikan
perubahan-perubahan juga terus terjadi.
Di Indonesia terutama dalam dunia
pendidikan, perubahan yang sering terjadi adalah perubahan kurikulum. Kurikulum pendidikan di
Indonesia sudah semakin berkembang sehingga guru dituntut untuk lebih berkompetensi. Maka
pemerintah menerapkan untuk guru SD minimal bergelar S1. Dengan demikian
terjadinya perubahan kurikulum,
dimana guru harus
bisa menganalsis kurikulumnya dengan baik sehingga guru lebih inovatif dan kreatif
dalam menentukan / memilih metode pembelajaran yang digunakan, karena
sebenarnya peserta didik yang kategori normal tidak ada yang bodoh. Sehingga
diperlukan kompetensi guru yang dapat berinovasi untuk memilih dan menciptakan
metode pembelajaran yang lebih baik sehingga tercapainya tujuan pembelajaran
yang diharapkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam
keinovatifan dan kategori adopter sebagai berikut:
2. Bagaimana kategori adapter?
3.
Apa saja strategi difusi inovasi pendidikan terhadap
pengadop inovasi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk memberikan gambaran tentang keinovatifan dan kategori adopter serta sebagai sarana untuk meningkatkan
keprofesionalan yang dimiliki khususnya untuk dunia pendidikan di Indonesia.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Keinovatifan
Menurut Rogers (1995), keinovatifan adalah
tingkat yang berkenaan dengan seberapa lama seseorang/kelompok/sistem sosial
lebih dahulu dalam mengadopsi ide-ide baru dari konsep-konsep difusi inovasi dibandingkan
dengan yang lain.
Keinovatifan menjadi perubah utama dalam
proses difusi inovasi yang disponsori oleh agen perubahan. Pada negara
berkembang keinovatifan dipandang sebagai salah satu indikator kesuksesan
program-program pembangunan. Keinovatifan menunjukan perubahan tingkah laku
yaitu tujuan akhir program difusi bukan hanya pikiran dan sikap.
Inovasi yaitu sebagai sasaran yang dapat
menjadi instrumen untuk melakukan perubahan sosial sedangkan keinovatifan
merupakan tingkat pengadopsian dari kelompok masyarakat dan juga menjadi ciri
pokok masyarakat yang sedang mengalami proses perubahan. Proses perubahan
tergantung pada waktu, objek dan sasaran. Ada yang gampang menerima atau bahkan
sebaliknya yaitu sulit menerima atau menerima tetapi memerlukan waktu yang
sangat lama.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang
namanya keinovatifan adalah sebuah proses seseorang dalam menerima gagasan,
objek yang menyangkut metode, strategi baru dan produk kategori lebih awal
apabila dibandingkan dengan yang lain dalam sistem sosialnya. Lambat atau cepatnya dalam menerima
inovasi melalui beberapa etape dan ini sangat tergantung pada individu
penerima, karakteristik inovasi dan karakteristik lainnya yang individu itu
berada di dalamnya.
B.
Pengertian
Adopter
Adopter adalah
orang yang memakai atau menerima suatu inovasi. Adopter dapat diklasifikasikan
berdasarkan kemampuan inovasi mereka (innovativeness)
dan berdasarkan kecepatan mereka mengadopsi suatu inovasi yang diperkenalkan.
Pembagian anggota sistem sosial ke dalam kelompok kelompok adopter (penerima
inovasi) berdasarkan tingkat keinovatifannya yakni lebih awal atau lebih
lambatnya seseorang mengadopsi dibandingkan dengan anggota sistem lainya. Rogers
dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna
inovasi :
1.
Innovator
Adalah kelompok orang yang berani
dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih cepat
dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat
membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya
orang-orang ini memiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak
teman atau relasi.
2. Early Adopter
Kelompok ini lebih lokal
dibanding kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih
banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang
inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya
karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
3. Early Majority
Kategori pengadopsi seperti ini
merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah
inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum
membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang
lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi
sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi
layak digunakan atau cukup bermanfaat.
4. Late Majority
Kelompok yang ini lebih
berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan
orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan.
Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain,
kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.
5. Laggard
Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka
bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini
biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama
dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard
mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi
lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.
Dengan pengetahuan
tentang kategorisasi adopter ini dapatlah kemudian disusun strategi difusi
inovasi yang mengacu pada kelima kategori adopter, sehingga dapat diperoleh
hasil yang optimal, sesuai dengan kondisi dan keadaan masing-masing kelompok
adopter. Hal ini penting untuk menghindari pemborosan sumber daya hanya karena
strategi difusi yang tidak tepat. Strategi untuk menghadapi adopter awal
misalnya, haruslah berbeda dengan strategi bagi mayoritas akhir,mengingat
gambaran ciri-ciri mereka masing-masing (Rogers, 1983). Rogers menggambarkan kategori adapter sebagai
berikut :
1.
Innovators : Sekitar 2,5%
individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani
mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
2.
Early Adopters (Perintis/Pelopor) : 13,5% yang
menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka
pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi.
3.
Early Majority (Pengikut Dini) : 34% yang
menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal
tinggi.
4.
Late Majority (Pengikut Akhir) : 34% yang
menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima
karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
5.
Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional) : 16% terakhir
adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya : tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumber
daya terbatas.
C. Strategi Difusi Inovasi
Pendidikan Terhadap Pengadop Inovasi
Strategi adalah suatu
cara atau tehnik untuk meyebarkan inovasi., Dalam proses penyebaran inovasi
tidak dapat dilakukan secara cepat, maka perlu suatu proses dan butuh waktu.
Oleh karena itu penyebaranyapun perlu menggunakan strategi-strategi yang tepat.
Dalam proses penginovasian
akan lebih mudah diterapkan jika menggunakan sebuah tehnik-tehnik tertentu
yaitu melalui strategi yang dahsyat. Dengan adanya strategi-strategi yang
dahsyat maka hambatan-hambatan inovasi akan lebih mudah diatasi.
Salah satu faktor yang
ikut menentukan efektivitas pelaksanaan program perubahan sosial adalah
ketepatan penggunaan strategi, maka strategi yang tepat sangat diperlukan. Oleh
karenanya kecermatan yang amat cermat dalam penggunaan strategi yang pas harus
dicari dan diujicobakan. Adapun strategi difusi inovasi pendidikan terhadap pengadop inovasi, sebagai berikut :
1.
Strategi
Fasilitatif
Pelaksanaan program
perubahan sosial dengan strategi fasilitatif maknanya adalah untuk mencapai
tujuan perubahan sosial yang telah ditentukan, diutamakannya yaitu penyediaan
fasilitas dengan maksud agar program sosial akan berjalan dengan mudah dan
lancar.
Strategi fasilitatif
dapat digunakan dengan tepat jika mengenal masalah yang dihadapi serta
menyadari perlunya mencari target perubahan, merasa perlu adanya perubahan, bersedia menerima
bantuan dari luar dirinya, dan memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam
usaha merubah atau memperbaiki dirinya.
2. Strategi Pendidikan
Dengan strategi
pendidikan, orang harus belajar lagi tentang sesuatu yang telah dipelajari tetapi
terlupakan, sebelum mempelajari tingkah laku atau sikap baru. Strategi
pendidikan dapat berlangsung efektif, dan perlu mempertimbangkan perihal
berikut yaitu antara lain:
-
Digunakan untuk menanamkan
prinsip-prinsip yang perlu dikuasai. Disertai dengan keterlibatan berbagai
pihak, misalnya dengan adanya, sumbangan dana, donator, serta penunjang yang
lain.
-
Digunakan untuk menjaga agar
klien tidak menolak perubahan atau kembali ke keadaan sebelumnya. Strategi
pendidikan akan kurang efektif jika tidak tersedia sumber yang cukup untuk
menunjang kegiatan pendidikan dan digunakan tanpa dilengkapi strategi yang
lain.
3.
Strategi Bujukan
Strategi bujukan tepat
digunakan bila klien tidak berpartisipasi dalam perubahan sosial. Berada pada
tahap evaluasi atau legitimasi dalam proses pengambil keputusan untuk menerima
atau menolak perubahan sosial. Strategi bujukan tepat jika masalah dianggap
kurang penting atau jika cara pemecahan masaalah kurang efektif serta pelaksana
program perubahan tidak memiliki alat control secara langsung terhadap klien.
4.
Strategi Paksaan
Strategi dengan cara
memaksa klien untuk mencapai tujuan perubahan. Apa yang dipaksa merupakan
bentuk dari hasil target yang diharapkan. Penggunaan strategi paksaan perlu
mempertimbangkan partisipasi klien terhadap proses perubahan rendah dan klien
tidak merasa perlu untuk berubah.
Tujuan diadakannya inovasi perlu dimengerti
dan diterima oleh guru, siswa, orang tua serta masyarakat. Harus dikemukakan
dengan jelas mengapa perlu ada inovasi. Motivasi positif harus digunakan untuk
memberikan rangsangan agar mau menerima inovasi.
Motivasi dengan ancaman, yaitu mengajak agar
orang mengikuti yang dilakukan oleh orang lain atau dengan menasehati agar
orang menghindari kegagalan, belum tentu dapat berhasil.
Planing tentang evaluasi keberhasilan
program inovasi. Kejelasan tujuan dan cara menilai keberhasilan penerapan
inovasi, merupakan motivasi yang kuat untuk menyempurnakan pelaksanaan inovasi.
D. Menggolongkan Kategori
Adopter atas dasar Inovatif
Sebutan/Judul kategori
adopter sama ketika seperti riset difusi tentang diri mereka. Ketidakmampuan
riset pada awal tentang riset difusi untuk bermufakat merupakan suatu landasan
di dalam menugaskan istilah menuju/mendorong jumlah yang banyak tentang uraian
adopter ini.
1.
Kurva
Kewajaran dan Adopsi
Adopsi dari suatu inovasi
pada umumnya mengikuti suatu garis normal, Kurva S-shaped membengkok
ketika direncanakan dari waktu ke waktu atas suatu basis frekuensi. Jika
kumulatif jumlah adopter direncanakan, hasil adalah suatu kurva shaped
yang membengkok.
2.
Metoda
Penggolongan Adopter
Pencarian
Seseorang untuk menstandardisasi kategori adopter harus memutuskan: (1) atas banyaknya kategori
adopter, ( 2) atas pembagian anggota suatu sistem kepada setiap
kategori dan ( 3) atas penggunaan metoda, bulatan statistik jika tidak
melukiskan kategori adopter.
Ukuran
untuk penggolongan adopter adalah secara inovatif dimana derajat tingkat bagi
yang mana perorangan atau unit lain tentang adopsi secara relatif lebih
awal mengadopsi gagasan baru dibanding anggota suatu sistem sosial yang lain.
Inovatif adalah suatu dimensi sanak keluarga, di dalam perorangan mempunyai
lebih atau lebih sedikit tentangnya dibanding orang lain di dalam suatu sistem.
Inovatif adalah suatu variabel berlanjut, dan penyekatan itu, ke dalam kategori
adalah suatu alat konseptual, banyak seperti membagi rangkaian suatu status
sosial ke dalam bagian atas, pertengahan, dan kelas lebih rendah. . seperti itu
penggolongan adalah suatu penyederhanaan yang membantu pemahaman tingkah laku
manusia, walaupun itu ada beberapa informasi sebagai hasil untuk dapat
menggolongkan individu.
E. Kategori Adopter sebagai suatu Jenis yang Ideal
Jenis ideal adalah
konseptual yang didasarkan pada pengamatan atas kenyataan yang dirancang untuk
membuat perbandingan mungkin. Jenis ideal bukan sekedar suatu rata-rata dari
semua pengamatan tentang suatu kategori adopter. Kita sekarang menyajikan suatu
ikhtisar nilai-nilai dan karakteristik yang dominan dari tiap kategori adopter
akan jadi dapat diikuti oleh penyamarataan yang lebih terperinci.
1.
Pembaharu:
Berani, suka bertualang
Berani, suka bertualang
hampir suatu obsesi dari agen pembaharu. Hal Ini menarik akan adanya gagasan
baru mereka ke luar dari suatu lingkaran jaringan panutan yang lokal dan ke
dalam hubungan sosial yang lebih dari orang yang kosmopolit. Pola komunikasi dan
persahabatan antar suatu persekongkolan pembaharu adalah umum, walaupun begitu
jarak geografis antara pembaharu mungkin pantas untuk dipertimbangkan. Menjadi
innovator mempunyai beberapa prasyarat. Kendali tentang sumber daya keuangan substansi adalah sangat menolong untuk dapat
menyerap kerugian yang mungkin dari suatu inovasi tak menguntungkan. Kemampuan
untuk memahami dan menerapkan berlaku dalam pengetahuan teknis yang
kompleks adalah juga diperlukan. Pembaharu harus mampu mengatasi derajat tinggi
ketidakpastian tentang suatu inovasi ketika mengadopsi.
2.
Awal
Adopter :
Menghormati
Awal orang yang
mengangkat menjadi lebih terintegrasi di dalam bagian dari sistem sosial yang
lokal dibanding dengan innovators. Dimana pembaharu adalah orang yang kosmopolit awal
adopter adalah tempat. Awal adopter dapat menjadi orang yang terhormat oleh
panutannya adalah perwujudan dari penggunaan dari suatu ide yang sukses.
Adopter baru mengetahui bahwa untuk melanjutkan agar mendapat penghargaan para
rekan kerja ini dan untuk memelihara suatu posisi pusat di dalam jaringan
komunikasi sistem, ia atau dia harus membuat keputusan inovasi yang bijaksana.
3.
Awal
Mayoritas: Sengaja
Awal mayoritas mengadopsi
gagasan baru tepat sebelum rata-rata anggota suatu sistem. Awal mayoritas
saling berhubungan sering dijadikan sebagai panutan mereka. Tetapi jarang memegang/menjaga
posisi kepemimpinan pendapat di dalam suatu sistem. Awal mayoritas posisi unik
antara yang sangat awal dan secara relatif terlambat untuk mengadopsi buatan
merekanya yang merupakan suatu mata rantai penting di dalam proses pembauran.
4.
Mayoritas
Akhir-Akhirnya: Skeptis
Mayoritas mengadopsi
gagasan baru hanya atau baru saja setelah rata-rata anggota suatu sistem.
Seperti awal mayoritas menyusun sepertiga anggota suatu sistem. Adopsi
mungkin adalah kedua-duanya suatu tuntutan ekonomi untuk mayoritas, dan hasil
untuk meningkatkan jaringan memaksa dari panutan. Inovasi didekati dengan suatu
skeptis dan menjadi perhatian dan mayoritas tidak mengadopsi sampai hampir
semua sistem mereka.
5. Orang terlambat;
Tradisional
Orang terlambat adalah
yang terakhir di dalam suatu sistem sosial untuk mengadopsi suatu inovasi.
Mereka menguasai hampir tidak ada pendapat kepemimpinan. Orang terlambat adalah
kebanyakan pandangan lokal mereka dari semua kategori adopter: banyak yang
mengisolasikan di dalam jaringan sosial dari sistem mereka.
F. Karakteristik Kategori Adopter
Suatu riset yang sangat
besar tentang literatur telah mengumpulkan beberapa variabel berhubungan dengan
inovatif. Riset difusi ini dalam deretan penyamarataan di bawah ini ada tiga, yaitu :
1.
Karakteristik
Ekonomi-Sosial
a. Orang
yang mengangkat lebih awal tidaklah berbeda dari orang yang mengangkat
kemudiannya di dalam umur atau jaman.
b. Orang
yang mengangkat lebih awal mempunyai pendidikan formal yang lebih tinggi
dibanding orang yang mengangkat kemudiannya.
c. Orang
yang mengangkat lebih awal lebih mungkin terpelajar dibanding dengan orang yang
mengangkat kemudiannya.
d. Orang
yang mengangkat lebih awal mempunyai status sosial lebih tinggi dibanding orang
yang mengangkat kemudiannya.
e. Orang
yang mengangkat lebih awal mempunyai suatu derajat tingkat dari mobilitas
sosial menaik dibanding orang yang mengangkat kemudiannya.
f. Orang
yang mengangkat lebih awal mempunyai unit lebih besar (bertanilah, sekolah,
perusahaan dan seterusnya).
2.
Variabel
Kepribadian
Variabel kepribadian berhubungan
dengan inovatif belum menerima perhatian riset penuh, sebagian karena berbagai
kesulitan di (dalam) mengukur dimensi kepribadian di dalam wawancara bidang.
1. Orang
yang mengangkat lebih awal mempunyai empati lebih dibanding orang yang
mengangkat kemudiannya.
2. Orang
yang mengangkat lebih awal mungkin adalah lebih sedikit dogmatis dibanding
orang yang mengangkat kemudiannya.
3. Orang
yang mengangkat lebih awal mempunyai suatu kemampuan lebih besar untuk
berhubungan dengan abstrak dibanding lakukan kemudian.
4. Orang
yang mengangkat lebih awal mempunyai rasionalitas alat parutan dibanding orang
yang mengangkat kemudiannya.
5. Orang
yang mengangkat lebih awal mempunyai kecerdasan/inteligen lebih besar dibanding
orang yang mengangkat kemudiannya.
6. Orang
yang mengangkat lebih awal mempunyai suatu perilaku yang lebih baik ke arah
perubahan dibanding orang yang mengangkat kemudiannya.
7. Orang
yang mengangkat lebih awal menjadi lebih baik mampu mengatasi dengan tidak
tertentu dan mengambil resiko dibanding orang yang mengangkat kemudiannya.
8. Orang
yang mengangkat lebih awal mempunyai suatu sikap yang lebih baik ke arah ilmu
pengetahuan dibanding orang yang mengangkat kemudiannya.
9. Orang
yang mengangkat lebih awal adalah lebih sedikit fatalistis dibanding orang yang
mengangkat kemudiannya.
10. Orang
yang mengangkat lebih awal mempunyai cita-cita lebih tinggi untuk pendidikan
formal, jabatan;pendudukan dan seterusnya) dibanding orang yang mengangkat
kemudiannya.
3.
Perilaku
Komunikasi
Kita
dapat menyatakan penyamarataan yang berikut:
- Orang yang
mengangkat lebih awal mempunyai lebih keikutsertaan sosial dibanding orang
yang mengangkat kemudiannya.
- Orang yang
mengangkat lebih awal jadilah lebih yang sangat saling behubungan
melalui jaringan hubungan antar pribadi dalam sistem sosial
mereka dibanding orang yang mengangkat kemudiannya.
- Orang yang
mengangkat lebih awal jadilah lebih orang yang kosmopolit dibanding orang
yang mengangkat kemudiannya.
- Orang yang
mengangkat lebih awal mempunyai lebih agen perubahan menghubungi dibanding
orang yang mengangkat kemudiannya.
- Orang yang
mengangkat lebih awal mempunyai ekspose lebih besar ke komunikasi antar
pribadi menggali dibanding orang yang mengangkat kemudiannya.
- Orang yang
mengangkat lebih awal mencari informasi tentang inovasi dengan aktip
dibanding orang yang mengangkat kemudiannya.
- Orang yang
mengangkat lebih awal mempunyai pengetahuan yang lebih besar innovatiuons
dibanding orang yang mengangkat kemudiannya.
- Orang yang
mengangkat lebih awal mempunyai derajat tingkat kepemimpinan pendapat yang
lebih tinggi dibanding orang yang mengangkat kemudiannya.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka
dapat disimpulkan bahwa keinovatifan dan kategori adopter itu memiliki suatu
keunikan yaitu Inovasi sebagai sasaran/instrumen untuk melakukan perubahan
sosial dan keinovatifan merupakan tingkat pengadopsian dari kelompok masyarakat
yang sedang mengalami proses perubahan.
Dalam menerima inovasi,
pengadopsi dikategorikan dalam lima kelompok yaitu : innovator, pengguna awal (early
adopters), mayoritas awal (early
majority), mayoritas akhir (late
majority) dan laggard.
Selain itu dalam hal inovasi banyak hambatannya. Untuk itu perlu taktik dan
strategi yang tepat yaitu antara lain: Strategi Fasilitatif, Strategi
Pendidikan, Strategi bujukan dan Strategi Paksaan.
B. SARAN
Setelah mengetahui betapa
pentingnya inovasi itu, maka penulis menyarankan kepada semua pihak, terutama
sekolah-sekolah supaya menerapkan inovasi-inovasi baru dalam proses pendidikan
dengan cara mengomunikasikan suatu inovasi pendidikan dan mengadopsi, kemudian
mencoba menerapkan inovasi tersebut untuk kemajuan sekolah lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ibrahim.1988. Inovasi
Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti
Ihsan, Fuad.1995. Dasar-dasar
Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Rogers,
Everett M.1983. Diffusion of innovations. New York: The Free Press.
Danim, Sudarman.
2003. Agenda Pembaharuan sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/difusi-inovasi/
kursor gausah kebanyakan seting, bikin psing liatnya
ReplyDelete