A.
Latar Belakang
Difusi inovasi merupakan langkah cerdas pemanfaatan
jaringan sosial di masyarakat untuk selanjutnya terjadi adopsi inovasi
sebagaimana yang dikehendaki oleh inovator. Inovasi dan perubahan merupakan dua
kata yang tak terpisahkan. Dalam setiap inovasi terjadi perubahan, namun tidak
semua perubahan disebut inovasi. Rogers (1983 : 11) menjelaskan, inovasi adalah suatu
gagasan, praktek, atau objek benda yang dipandang baru oleh seseorang atau
kelompok adopter lain.
Penerapan inovasi dan teknologi pada media belajar dan
mengajar menjangkau area yang lebih sempit, yaitu merujuk pada penyelenggaraan
proses pendidikan berupa proses belajar mengajar di sekolah, Penerapan yang
dilakukan adalah elaborasi hasil teknologi sebagai media belajar di sekolah,
misalnya Computer Assisted Instruction (CAI), alat-alat canggih berupa audio
visual, alat-alat permainan edukatif atau media cetak berupa buku-buku, serta
pengadaan alat-alat laboratorium yang berkualitas.
Suatu inovasi akan melahirkan
konsekuensi. Dalam dunia pendidikan Inovasi adalah hal yang mutlak
dilakukan karena tanpa inovasi akan terjadi kemandekan pada dunia pendidikan
yang kemudian berimbas pada pada elemen-elemen kehidupan yang lain seperti
politik, ekonomi, sosial dan lain-lain.
Sistem sosial terlibat secara langsung dalam proses
keputusan inovasi kolektif, otoritas dan kontingen dan mungkin tidak
secara langsung terlibat dalam keputusan inovasi. Pada makalah ini akan
membahas pengaruh sistem sosial dalam proses difusi, yaitu konsekuensi inovasi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan dalam konsekuensi inovasi pendidikan sebagai
berikut:
a)
Pengertian konsekuensi inovasi
b)
Klasifikasi konsekuensi
c)
Konsekuensi inovasi dalam bidang pendidikan
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
a)
Untuk mengetahui pengertian konsekuensi inovasi.
b)
Untuk mengetahui penjelasan tentang klasifikasi konsekuensi.
c)
Untuk mengetahui konsekuensi inovasi dalam pendidikan.
PEMBAHASAN
Suatu
inovasi akan melahirkan konsekuensi.
Dalam dunia pendidikan Inovasi adalah hal yang mutlak dilakukan karena
tanpa inovasi akan terjadi kemandekan pada dunia pendidikan yang kemudian
berimbas pada pada elemen-elemen kehidupan yang lain seperti politik, ekonomi,
sosial dan lain-lain. Sistem sosial terlibat secara langsung dalam proses
keputusan inovasi kolektif, otoritas dan
kontingen dan mungkin tidak secara langsung terlibat dalam keputusan inovasi.
Konsekuensi
inovasi adalah suatu dampak yang mengikuti proses adopsi suatu inovasi
(Purwanto, 105:2000). Dalam mempekirakan konsekuensi atau akibat dari inovasi
adalah pekerjaan sulit. Ide-ide baru di masyarakat seringkali diterima berdasar
kepercayaan atau keyakinan bukannya berdasarkan alasan-alasan rasional atas
dasar pertimbangan tentang konsekuensinya. Akibatnya telah dapat diduga, bahwa
walaupun banyak inovasi dalam berbagai bidang telah diupayakan, tetapi hanya
sedikit terjadi perubahan. Banyak ide-ide baru yang dipromosikan dan diadopsi,
tetapi pembaharuan atau perbaikan di berbagai bidang tetap belum nampak
hasilnya. Banyak inovasi di masyarakat memilki tingkat keuntungan relatif yang
rendah. Meskipun inovasi demikian diadopsi oleh banyak orang, namun kemudian ditinggalkan.
Penyebarluasan
inovasi biasanya didasarkan asumsi bahwa konsekuensi atau akibat inovasi itu
akan positif. Para agen pembaharuan berasumsi bahwa inovasi itu merupakan
kebutuhan klien atau masyarakat, oleh karena itu penyebarluasan atau diseminasinya
dianggap sebagai hal yang wajar, dan ia menaruh harapan bahwa difusinya akan
berhasil.
A.
Klasifikasi
Konsekuensi Inovasi
Konsekuensi
adalah perubahan yang terjadi pada individu atau sistem sosial sebagai akibat
dari mengadopsi atau menolak suatu inovasi. Terdapat tiga klasifikasi dari
konsekuensi, masing-masing klasifikasi tersebut merupakan suatu kontinum yang
memiliki dua kutub berlawanan. Klasifikasi berbagai konsekuensi inovasi
tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
1.
Konsekuensi
diharapkan dan tidak diharapkan
Konsekuensi yang diharapkan adalah
suatu inovasi mempunyai pengaruh fungsional sesuai dengan keinginan individu
atau sistem sosial. Sedangkan konsekuensi yang tidak diharapkan adalah suatu
dampak yang timbul padahal hal tersebut tidak dikehendaki.
Konsekuensi fungsional adalah
akibat-akibat dari penyebaran suatu inovasi dalam suatu sistem sosial yang
sesuai dengan keinginan dari pengadopsi. Akibat-akibat itu memiliki konotasi
yang positif. Sebaliknya konsekuensi disfungsional adalah akibat-akibat dari
pengadopsian inovasi yang tidak diinginkan oleh pengadopsi.
2.
Konsekuensi
langsung dan tidak langsung
Konsekuensi langsung adalah suatu inovasi mempunyai pengaruh yang segera
terhadap individu atau suatu sistem sosial, sedangkan konsekuensi tidak
langsung adalah inovasi yang memberikan pengaruh yang tidak segera.Konsekuensi
langsung suatu inovasi menghasilkan perubahan-perubahan sistem
sosial yang terjadi sebagai respon segera penyebaran
suatu inovasi.
Konsekuensi tidak langsung adalah perubahan-perubahan dalam sistem sosial
yang terjadi sebagai hasil konsekuensi langsung suatu inovasi yang masih
memerlukan upaya tambahan dan prosesnya masih memerlukan waktu yang lebih lama.
Konsekuensi langsung sebuah inovasi merupakan perubahan pada individu atau
sistem sosial yang terjadi secara langsung dari sebuah inovasi. Sedangan
konsekuensi atau akibat tidak langsung merupakan perubahan pada individu atau
sistem sosial yang terjadi sebagai hasil dari konsekuensi langsung suatu inovasi.
3.
Konsekuensi
diantisipasi dan tidak diantisipasi
Konsekuensi yang diantisipasi adalah konsekuensi yang telah
diperkirakan sebelumnya, sedangkan konsekuensi yang tidak diantisipasi
adalah dampak ikutan yang muncul kemudian setelah adopsi atau menolak inovasi.
Konsekuensi yang tidak diantisipasi bisa bersifat positif, bisa pula bersifat
negatif. Konsekuensi ini juga disebut sebagai konsekuensi yang nampak dan yang
latent.
Konsekuensi yang nampak adalah perubahan-perubahan yang terlihat dan
dikehendaki oleh anggota sistem sosial yang mengadopsi suatu inovasi. Contoh
yang tanpak dari suatu pengadopsian suatu inovasi misalnya : adanya
pengembangan keterampilan kerja baru bagi orang yang
menerapkan penggunaan gergaji mesin untuk memotong kayu.
Sedangkan konsekuensi yang latent adalah perubahan-perubahan yang tidak tampak
dan tidak dikehendaki oleh anggota suatu sistem sosial. Semakin maju dan modern
suatu inovasi, akan semakin banyak pula menghasilkan konsekuensi baik
konsekuensi yang nampak maupun yang tidak tampak.
Konsekuensi yang terantisipasi merupakan perubahan yang berkenaan dengan
inovasi yang diketahui dan diingingkan atau dimaksud oleh para anggota sistem
sosial. Konsekuensi yang tidak terantisipasi merupakan perubahan dari sebuah
inovasi yang tidak diketahui dan diinginkan atau dimaksud oleh para anggota
sistem sosial.
B.
Mengantisipasi
berbagai Konsekuensi Inovasi
Suatu peubahan sosial terjadi
melalui proses mulai dari penemuan, penyebaran, dan akibat atau konsekuensi.
Meskipun masalah inovasi penting, tetapi ternyata penelitian tentang
akibat-akibat inovasi ini masih sedikit sekali, meneliti apalagi memperkirakan
konsekuensi atau akibat inovasi termasuk pekerjaan yang sulit. Meskipun sulit
bukan berarti hal itu tidak mungkin dilakukan, hanya saja untuk melakukannya
diperlukan keterampilan, ketekunan, dan kerja keras.
Ide-ide baru di masyarakat
seringkali diterima berdasar kepercayaan atau keyakinan dan bukannya
berdasarkan atas alasan-alasan rasional atas dasar pertimbangan tentang
konsekuensinya. Akibatnya telah dapat diduga, bahwa walaupun banyak inovasi
dalam berbagai bidang telah diupayakan, tetapi hanya sedikit terjadi perubahan
kearah yang positif. Banyak ide-ide baru yang dipromosikan dan diadopsi, tetapi
pembaharuan atau perbaikan di berbagai bidang tetap belum nampak hasilnya, atau
justru merugikan. Kebanyakan inovasi itu hanya aneh-aneh dan mengada-ada, dan
setelah pengadopsiannya meluas, timbul kesulitan dalam mengukur pengaruhnya
terhadap peningkatan kualitas kehidupan di masyarakat. Banyak inovasi di
masyarakat memiliki tingkat keuntungan yang relatif rendah. Meskipun inovasi
demikian diadopsi oleh orang banyak, namun kemudian biasanya segera
ditinggalkan setelah masyarakat menyadari pengaruh negatifnya.
Pada umumnya penyebarluasan suatu
inovasi didasarkan pada asumsi bahwa konsekuensi atau akibat inovasi itu akan
positif. Para agen pembaharuan berasumsi bahwa inovasi itu merupakan kebutuhan
klien, karena itu penyebarluasan atau diseminasinya adalah dianggap sebagai hal
yang wajar atau bahkan keharusan. Agen pembaharuan mengharapkan pemasyarakatan
ide baru yang dilakukannya akan berhasil. Mereka umumnya berharap bahwa
konsekuensi inovai itu terjadi dalam jangka waktu yang sesegera mungkin, dan
dengan hasil nyata.
1.
Mengantisipasi
Konsekuensi yang Tidak Diharapkan/disfungsional
Apabila inovasi membawa konsekuensi
fungsional maka akibat-akibat dari penyebaran suatu inovasi dalam suatu sistem
sosial yang sesuai dengan keinginan dari pengadopsi. Akibat-akibat yang
dirasakan dari adopsi inovasi tersebut memiliki konotasi yang positif,
menguntungkan atau berguna. Sebaliknya konsekuensi disfungsional adalah
akibat-akibat dari pengadopsian inovasi yang tidak diinginkan oleh pengadopsi.
Konsekuensi disfungsional, perlu
diantisipasi sebelum terjadi. Apabila setelah beberapa waktu kemudian sesuatu
inovasi dapat dirasakan akibatnya yang negatif maka pihak inovator perlu segera
memperoleh masukan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya. Biasanya
diperlukan suatu penelitian yang cermat utnuk memperoleh bahan masukan untuk
membuat keputusan terus atau tidaknya kegiatan difusi.
2.
Mengantisipasi
Konsekuensi yang Tidak Langsung
Konsekuensi langsung adalah
perubahan-perubahan dalam sistem sosial yang terjadi sebagai respon segera
setelah penyebaran suatu inovasi. Konsekuensi tak langsung adalah
perubahan-perubahan dalam sistem sosial yang terjadi sebagai hasil konsekuensi
tak langsung atau tidak segera terjadi setelah suatu inovasi diadopsi.
Suatu hal yang terpenting disadari
oleh inovator dan agen pembaharuan adalah bahwa sebelum semua dampak jangka
panjang dari suatu inovasi terjadi, semuanya telah dikaji, diteliti, dan
disiapkan solusi atau jalan keluarnya.
3.
Mengantisipasi
Konsekuensi yang Tidak Dapat Diantisipasi
Konsekuensi ada yang nampak nyata
dan ada pula yang tidak segera nampak. Konsekuensi yang nampak atau “manifest”
adalah perubahan-perubahan yang telihat dan dikehendaki oleh anggota sistem
sosial yang mengadopsi suatu inovasi.
Semakin penting, semakin maju, dan
semakin modern suatu inovasi, akan semakin banyak menghasilkan konsekuensi,
sebagian adalah konsekuensi yang tampak (nyata) dan sebagian lagi yang tidak
nampak. Di dalam suatu sistem sosial terjadinya suatu perubahan pada suatu
bidang akan mempengaruhi keseluruhan komponen sistem sosial tersebut. Suatu
inovasi yang canggih dalam suatu bidang tak lagi akan membawa dampak atau
konsekuensi yang akan mempengaruhi bidang-bidang yang lain dalam sistem sosial
tersebut.
C.
Bentuk, Fungsi dan Arti suatu Inovasi
Berbagai konsekuensi inovasi yang diharapkan, langsung,
dan diantisipasi pada umumnya terjadi secara bersamaan, dengan konsekuensi atau
akibat yang tidak harapkan, tidak langsung, dan tidak diantisipasi. Rogers
dalam Ibrahim (1988), mengemukakan bahwa kesalahan yang biasa dilakukan oleh
agen pembaharu ialah mereka hanya dapat mengantisipasi bentuk dan fungsi dari
suatu inovasi, tetapi tidak dapat mengantisipasi arti inovasi bagi sasaran
penerima inovasi. Sebagai contoh, kisah mengenai kapak baja mengilustrasikan tiga
intrinsik elemen inovasi :
·
Bentuk dari inovasi, ialah wujud perubahan yang tampak (dapat diamati)
sebagai perwujudan dari substansi inovasi. Misalnya Missionaris dan juga
masyarakat Yir Yoront tahu betuk bentuk benda yang baru dikenalkan yaitu kapak
dari baja, mungkin karena kebetulan bentuknya hampir sama dengan kapak batu
yang telah dikenal
·
Fungsi dari inovasi, ialah sumbangan atau manfaat dari inovasi bagi
kehidupan. Atau kontribusi yang diciptakan oleh suatu inovasi pada cara hidup
para anggota sistem sosial. Misalnya suku Yir Yoront akan segera tahu bahwa
kapak baja gunanya sebagai alat pemotong, yang digunakan dalam pelaksanaan
tugas sehari – hari dalam kehidupannya sebagaimana guna dari kapak batu.
·
Arti atau makna dari inovasi, ialah persepsi inovasi yang subjektif dan
tidak disadari oleh penerima inovasi (anggota sistem sosial). Para agen
perubahan lebih mudah dapat mengantisipasi bentuk dan fungsi suatu inovasi
untuk para kliennya dari pada arti atau makna. Misalnya suatu penerimaan
kebudayaan akan timbul makna baru dan mungkin hanya memiliki sedikit kaitan
dengan elemen yang sama dengan kebudayaan aslinya.
D.
Mencapai (Equilibrium)Keseimbangan Dinamis
Terkait dengan keseimbangan suatu sistem sosial ketika
inovasi akan dan sudah diadopsi dapat diklasifikasikan tiga jenis ekuilibrium:
1)
Stable equilibrium(keseimbangan yang stabil) , yakni ketika hampir sama sekali tidak ada
perubahan dalam struktur atau fungsi suatu sistem sosial. Dalam hal ini,
keseimbangan struktural maupun fungsional ketika inovasi diadopsi hampir sama
dengan sebelum diadopsi. Ekuilibrium ini umpamanya ditemukan ketika inovasi
dilakukan dengan sangat lambat, dengan tingkat massiveness yang
rendah atau tidak terjadi sama sekali.
2)
Dynamic equilibrium(keseimbangan dinamis) , yakni ketika kecepatan atau kadar
difusi dan adopsi inovasi melahirkan perubahan yang seimbang secara struktural
dan fungsional atau seiring dengan kemampuan suatu sistem sosial untuk
beradaptasi. Ekuilibrium dinamis ini, oleh karena itu, merupakan hal yang
menjadi patokan bagi change agents dalam melakukan difusi
inovasi.
3)
Disequilibrium(ketidakseimbangan), bahwa inovasi menyebabkan perubahan yang terlalu cepat
sehingga sistem sosial tidak mampu menyesuaikan diri baik secara struktural
maupun fungsional (beradaptasi). Dalam hal ini, inovasi bisa melahirkan
disorganisasi sosial dan pada gilirannya lebih menyulitkan terjadinya perubahan
sosial.
Sebagai paradigma pembangunan yang dominan yang mulai
dipertanyakan pada awal 1970 an, dan berbagai macam alternatif paradigma
pembangunan tersebut diungkapkan, pentingnya keseimbangan sebagaimana
pentingnya konsekuensi dari berbagai aktivitas difusi mulai direalisasikan.
Pertama tujuan dari program difusi adalah menciptakan sesuatu yang baik dalam
sebuah sistem; namun yang kedua dimensi dari sebuah konsekuensi apakah distribusi
yang baik diantara para anggota sistem menjadi lebih seimbang atau kurang
seimbang. Berbagai konsekuensi pengadopsian inovasi biasanya cenderung
memperluas kesenjangan sosial ekonomi antara yang lebih awal mengadopsi dan
lamban mengadosi berbagai katagori dalam suatu sistem. Selanjutnya, berbagai
konsekuensi dari pengadopsian inovasi cenderung memperluas kesenjangan sosial
ekonomi antara orang yang sebelumnya berada dalam status sosial ekonomi yang
tinggi dan orang yang status sosial ekonominy rendah.
Struktur sistem sosial secara terpisah menentukan
seimbang versus tidak seimbang dari sebuah konsekuensi inovasi. Ketika sebuah
struktur sistem dalam keadaan yang begitu tidak seimbang, konsekuensi dari
suatu inovasi (terutama jika inovasi tersebut berkenaan dengan biaya yang
tinggi) akan membawa keadaan yang sangat tidak seimbang dalam bentuk
kensenjangan sosial ekonomi yang lebih luas.
Strategi apakah yang dapat dipakai untuk memperkecil
kesenjangan ? jawabannya tergantung pada tiga alasan utama mengapa kesenjangan
sosial ekonomi meluas sebagai konsekuensi dari inovasi : (1) “yang di atas”
memiliki akses informasi yang lebih banyak untuk menciptakan kesadaran mengenai
inovasi; (2) mereka memiliki akses informasi yang lebih banyak mengenai evalasi
inovasi dari teman sejawat; dan (3) “yang di atas” memiliki kurang lebih sumber
daya untuk mengadopsi inovasi dari pada yang “di bawah.”
Ketika upaya-upaya yang khusus diciptakan oleh seorang
agen difusi, hal tersebut mungkin untuk memperkecil, atau paling sedikit tidak
memperluas, kesenjangan sosial ekonomi dalam sistem sosial. Dengan kata lain,
berbagai kesenjangan yang melebar tidak terjadi.Satu peranan penting untuk
penelitian difusi dimasa mendatang adalah mengungkapkan berbagai strategi yang
lebih efektif untuk menciptakan keseimbangan diantara para anggota sistem
sosial. Hal ini baru, sulit dan peranan yang menjanjikan untuk orang-orang yang
mempelajari difusi.
E.
Kesetaraan dalam Konsekuensi Inovasi
Umumnya salah satu cara yang dilakukan oleh agen
perubahan dalam membentuk konsekuensi inovasi adalah dengan saling bekerjasama.
Jika agen perubahan menghubungi orang yang lebih miskin dan berpendidikan
rendah di masyarakat dari pada orang kaya, tentunya suatu inovasi akan lebih
berarti/bermakna. Namun terkadang, biasanya agen perubahan lebih banyak
menghubungi orang yang berpendidikan, memiliki status sosial yang tinggi di
masyarakat, dengan demikian hal tersebut cenderung untuk memperluas kesenjangan
sosial ekonomi melalui inovasi-inovasi yang mereka memperkenalkan.
Difusi dan inovasi secara umum menyebabkan
dalamnya tingkat kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat.
Meningkatnya ketidaksetaraan dalam konsekuensi inovasi disebabkan karena :
1.
Inovator dan pengadopsi awal memiliki sikap yang menguntungkan terhadap
ide-ide baru dan mereka lebih cenderung mencari inovasi-inovasi secara aktif.
Mereka juga memiliki sumber daya yang tersedia untuk menerapkan inovasi biaya
yang lebih tinggi, sedangkan pengadopsi yang lain tidak.
2.
Agen-agen pembaharu professional cenderung memusatkan perhatian mereka pada
kontak-kontak klien mereka pada innovator dan adopter awal dengan harapan bahwa
pemimpin opini diantara katagori yang mengadopsi akan menyampaikan gagasan baru
yang telah mereka ketahui kepada para pengikut mereka dengan proses yang
merambat kebawah.
3.
Dengan mengadopsi inovasi
relatif lebih awal daripada orang lain dalam sistem sosial, inovator dan
pengadopsi awal memperoleh keuntungan, sehingga memperluas kesenjangan
sosial-ekonomi antar kelompok sebelum mengadopsi. Jadi pengadopsi awal menjadi
semakin kaya, bila dibandingkan dengan adaptor yang lainya.
F.
Konsekuensi Inovasi dalam Bidang Pendidikan
Penerapan inovasi dan teknologi pendidikan di
Indonesia sudah cukup berkembang. Dalam bentuk sistem pendidikan, inovasi dan
teknologi pada tataran ini menjangkau area kebijakan penyelenggaraan proses
pendidikan. Contoh dari pemanfaatan inovasi dan teknologi
pelaksanaan sistem Cara Belajar Pelajar Aktif (CBSA), Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK), atau penambahan jam belajar di sekolah dan sekarang yang akan memasuki kurikulum terbaru 2013. Pada tataran ini inovasi dan teknologi diterapkan
secara massal karena mengarah pada sistem.
Penerapan inovasi dan teknologi pada media belajar dan
mengajar menjangkau area yang lebih sempit, yaitu merujuk pada penyelenggaraan
proses pendidikan berupa proses belajar mengajar di sekolah. Penerapan yang
dilakukan adalah elaborasi hasil teknologi sebagai media belajar di sekolah,
misalnya Computer Assisted Instruction (CAI), alat-alat canggih berupa audio
visual, alat-alat permainan edukatif atau media cetak berupa buku-buku, serta
pengadaan alat-alat laboratorium yang berkualitas.
Salah satu contoh konsekuensi inovasi dalam pendidikan
adalah pemanfaatan sarana teknokogi informasi dalam bidang pendidikan. Ketika
segelintir sekolah sudah masuk arena persaingan global dengan memanfaatkan
inovasi teknologi, sebagian besar sekolah di Indonesia justru masih amat jauh
dari akses teknologi informasi. Prasarana komputer di kebanyakan sekolah masih
amat minim bahkan tidak ada. Guru-guru pun masih belum mempunyai kesempatan
atau keberanian untuk menggunakan teknologi komputer dan internet. Tentu saja
kesenjangan dalam aksebilitas antara siswa-siswa dari sekolah mampu dengan
siswa-siswa dari sekolah miskin akan mengarah kepada persaingan yang tidak
seimbang antara anak-anak bangsa. Sekali lagi, tarik ulur antara keunggulan dan
pemerataan merupakan isu serius dalam penyusunan kebijakan pendidikan dan
perencanaan anggaran pendidikan.
Implikasi lain dari inovasi teknologi adalah batasan
antara pendidikan formal, informal, dan nonformal secara nyata akan menjadi
kabur. Secara positif, ada amat banyak situs yang menawarkan program atau modul
pembelajaran yang bisa diakses anak dengan mudah. Ruang belajar anak tidak lagi
dibatasi empat dinding ruang kelas. Proses pembelajaran di dunia maya yang
kadang juga dimanfaatkan di segelintir sekolah tidak mengenal batasan formal
dan nonformal. Beberapa situs menyajikan program amat bermutu bagi pengembangan
berbagai kompetensi anak.
Sebaliknya, ketika anak sudah bisa mengakses dunia
maya, segala yang ada di situ akan bisa diakses anak termasuk situs-situs yang
tidak sesuai dan bisa merusak anak. Padahal tidak banyak guru dan orang tua
yang menguasai teknologi informasi cukup baik atau tidak punya cukup waktu
untuk bisa mendampingi anak dan memberi pengarahan dalam penjelajahan ke dunia
maya. Akibatnya, anak-anak menjadi rentan terhadap berbagai dampak negatif dari
penyalahgunaan teknologi informasi.
Perubahan kurikulum atau metode pembelajaran yang
terintegrasi dengan Teknologi Informasi & Komunikasi dapat
menjadi alternatif menjembatani guru dan siswa untuk lebih ramah dan sehat
memanfaatkan teknologi.Namun pada kenyataannya, tidak selalu inovasi dapat
diterima. Beberapa kasus menunjukkan pelaksana inovasi cenderung resisten
terhadap inovasi.
Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau
tidak dapat diterima oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah
sebagai berikut:
1)
Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan
bahkan pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut
dianggap oleh guru atau sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang
lain yang tidak perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi
sekolah mereka.
2)
Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat
sekarang, karena sistem atau metode tersebut sudah mereka laksanakan
bertahun-tahun dan tidak ingin diubah. Disamping itu sistem yang mereka miliki
dianggap oleh mereka memberikan rasa aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai
dengan pikiran mereka Hal senada diungkapkan pula Day dkk (1987) dimana guru
tetap mempertahankan sistem yang ada.
3)
Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat
(khususnya Depdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang
dialami oleh guru dan siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh Munro (1987:36) yang
mengatakan bahwa "mismatch between teacher's intention and practice is
important barrier to the success of the innovatory program".
4)
Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari pusat
merupakan kecenderungan sebuah proyek dimana segala sesuatunya ditentukan oleh
pencipta inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai
atau kalau finasial dan keuangannya sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak
sekolah atau guru hanya terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak
para inovator di pusat dan tidak punya wewenang untuk merubahnya.
5)
Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan
sekolah atau guru melaksanakan keinginan pusat, yang belum tentu sesuai dengan
kemauan mereka dan situasi sekolah mereka.
PENUTUP
Kesimpulan
Konsekuensi adalah perubahan yang terjadi pada
individu atau suatu sistem sosial sebagai hasil pengadopsian atau penolakan
terhadap suatu inovasi. Konseksuensi dari pengadopsian sebuah inovasi yaitu
berupa invensi (pembaharuan) dan difusi (perubahan) yang menjadi tujuan yang
ingin dicapai. Ditinjau dari hasil inovasi yang diperoleh atau yang tampak
dalam sistem sosial, konsekuensi inovasi dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
Konsekuensi diharapkan dan tidak diharapkan, Konsekuensi langsung dan tidak
langsung dan Konsekuensi diantisipasi dan tidak diantisipasi.
Salah satu contoh konsekuensi inovasi dalam pendidikan
adalah pemanfaatan sarana teknokogi informasi dalam bidang pendidikan.
Implikasi lain dari inovasi teknologi adalah batasan antara pendidikan formal,
informal, dan nonformal secara nyata akan menjadi kabur. Secara positif, ada
amat banyak situs yang menawarkan program atau modul pembelajaran yang bisa
diakses anak dengan mudah. Ruang belajar anak tidak lagi dibatasi empat dinding
ruang kelas. Proses pembelajaran di dunia maya yang kadang
juga dimanfaatkan di segelintir sekolah tidak mengenal batasan formal dan
nonformal. Beberapa situs menyajikan program amat bermutu bagi pengembangan
berbagai kompetensi anak.
Sebaliknya, ketika anak sudah bisa mengakses dunia
maya, segala yang ada di situ akan bisa diakses anak termasuk situs-situs yang
tidak sesuai dan bisa merusak anak. Padahal tidak banyak guru dan orang tua
yang menguasai teknologi informasi cukup baik atau tidak punya cukup waktu
untuk bisa mendampingi anak dan memberi pengarahan dalam penjelajahan ke dunia
maya. Akibatnya, anak-anak menjadi rentan terhadap berbagai dampak negatif dari
penyalahgunaan teknologi informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim. (1988) . Inovasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti
Purwanto, 2000. Difusi Inovasi. Jakarta
: STIA-LAN